Filosofi Noopi Sepuluh Ewu di Banyuwangi

Perayaan Ngopi Sepuluh Ewu di Desa Kemiren
Jalan-jalan di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dipadati oleh ribuan warga dari berbagai daerah pada hari Sabtu, 8 November 2025. Sepanjang jalan utama desa adat tersebut diubah menjadi warung kopi dadakan dalam acara Ngopi Sepuluh Ewu. Halaman rumah warga juga dimanfaatkan sebagai tempat ngopi dengan meja kursi hingga lesehan lengkap dengan kudapan dan menu utama kopi khas Banyuwangi.
Ngopi Sepuluh Ewu (minum kopi sepuluh ribu) yang sudah berlangsung sejak tahun 2014 ini menjadi salah satu agenda tahunan yang dinantikan oleh wisatawan dari berbagai daerah maupun wisatawan mancanegara. Acara ini tidak hanya sekadar mengajak masyarakat untuk menikmati kopi, tetapi juga menjadi ajang pelestarian budaya lokal.
Filosofi Masyarakat Osing
Kepala Desa Kemiren, M Arifin, menjelaskan bahwa festival ini telah berlangsung selama 12 tahun berkat dukungan dan kekompakan warga desa setempat. Ia menuturkan bahwa kegiatan ini tak lepas dari filosofi yang dipegang masyarakat Osing, yaitu suguh, gupuh lungguh dalam menerima tamu. Suguh berarti suguhan atau hidangan, gupuh artinya antusias dalam menerima tamu, dan lungguh (duduk) memiliki filosofi menyiapkan tempat sebaik-baiknya bagi setiap tamu yang datang.
“Ngopi sepuluh ewu ini adalah bentuk nyata dari suguh, gupuh, lungguh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Kegiatan ini juga menjadi sarana pemberdayaan ekonomi warga, sekaligus menjaga warisan budaya,” kata Kades Arifin.
Di sepanjang jalan utama desa, warga Osing Kemiren menyambut para pengunjung dengan ramah sembari menyuguhkan kopi robusta khas Banyuwangi dalam wadah cangkir yang telah diwariskan secara turun-temurun. Selain kopi gratis, pengunjung juga disuguhi aneka kudapan tradisional masyarakat Osing seperti kucur, tape ketan yang dibungkus daun kemiri, hingga pisang goreng yang disajikan dengan penuh keakraban.
Mempererat Kebersamaan
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, mengatakan bahwa momen ini bukan hanya mengenalkan kopi Banyuwangi yang telah dikenal luas hingga ke luar negeri, tapi juga menjadi sarana mempererat kebersamaan dan persaudaraan antarwarga. Ipuk mengapresiasi Desa Kemiren yang tahun ini meraih dua penghargaan bergengsi di tingkat dunia, yaitu Internasional The 5th ASEAN Homestay Award dan salah satu desa wisata terbaik dunia The Best Tourism Villages Upgrade Programme 2025 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Tourism (UN Tourism).
“Pemerintah daerah selalu mendukung untuk bisa menjaga budaya Banyuwangi secara bersama-sama,” katanya.
Berbagai Aktivitas yang Menarik
Selain minum kopi, pengunjung juga dapat menikmati berbagai aktivitas yang disediakan oleh warga. Ada pertunjukan seni tradisional, permainan tradisional, serta kesempatan untuk belajar cara membuat kopi khas Banyuwangi. Warga juga siap memberikan informasi tentang sejarah dan makna dari acara ini.
Acara ini juga menjadi ajang promosi pariwisata yang efektif. Pengunjung yang hadir tidak hanya menikmati kopi dan kudapan, tetapi juga bisa mengenal lebih dekat kehidupan masyarakat setempat. Dengan begitu, Ngopi Sepuluh Ewu tidak hanya sekadar acara seru, tetapi juga menjadi bagian dari upaya melestarikan budaya lokal.
Tantangan dan Peluang
Meskipun acara ini sangat sukses, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Misalnya, pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan menjadi fokus utama. Namun, warga dan pemerintah setempat bekerja sama untuk memastikan acara berjalan lancar tanpa mengganggu lingkungan sekitar.
Selain itu, pelibatan anak-anak dan generasi muda juga menjadi penting. Mereka diajak untuk ikut serta dalam kegiatan ini agar dapat memahami nilai-nilai budaya dan kebersamaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Osing.
Dengan adanya Ngopi Sepuluh Ewu, masyarakat Banyuwangi tidak hanya menikmati kopi, tetapi juga merasa lebih dekat satu sama lain. Acara ini menjadi bukti bahwa budaya dan kebersamaan masih tetap hidup di tengah modernisasi.




